Sejarah Kejayaan Bahari dan Konsep Geostrategis Indonesia
Lautku.id, Hari Kelautan Nasional – Indonesia merupakan Negara maritim terbesar di dunia, dua per tiga wilayah Indonesia merupakan lautan dan terdiri banyaknya pulau-pulau dari sabang sampai merauke, antara pulau satu dan yang lainya terhubung oleh perairan. Hal ini yang menjadikan suatu penghubung bagi kemajemukan suku bangsa di Indonesia. Di samping itu, Indonesia memiliki letak geografis yang strategis yakni berada dalam jalur persilangan dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengembangkan potensi laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia. sektor kelautan bisa menghasilkan nilai APBN yang sangat baik untuk meningkatkan perekonomian bangsa, pembangunan armada laut, sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan harus mulai di kembangkan sebagai zona maritim.
Pasang surut perjalanan Nusantara dalam mencapai kedaulatan pada sektor bahari tidak terlepas dari sejarah yang menuntun kita pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak yang menjelma menjadi Negara maritim yang kuat. Melihat sejarah masa lampau bahwa negeri ini maju bukan sebagai bangsa agraris, namun sebagai negara maritim. Selama ini kebudayaan Indonesia telah dihancurkan dengan format kebudayaan agraris, membentuk mental yang cenderung terpaku pada alam, lemah dan feodalistik yang membagi masyarakat pada strata-strata kekuasaan. Budaya seperti ini seperti sengaja dibentuk oleh para penjajah untuk mencengkram kakinya di Bumi Nusantara ini sehingga masyarakat dibuat lupa akan kekuatannya. Pada akhirnya bangsa ini menjadi budak, buruh dan kuli di negeri sendiri, kehormatan kita dirampas.
Memasuki era kemerdekaan bangsa Indonesia, masyarakat mulai mencoba memperkuat kembali kejayaan maritim di masa lampau melalui penguatan kedaulatan maritim yang dimulai dalam penentuan wilayah seperti yang dituliskan pada Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957
“Bagi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan Negara Indonesia, semua kepulauan serta laut terletak diantaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat,” demikian salah satu kutipan dari Deklarasi tersebut.
Dengan diresmikannya Deklarasi Djuanda, menjadikan luas perairan NKRI mencapai 3.257.483 km2 (belum termasuk perairan ZEE). Panjang garis pantainya mencapai 81.497 km2, merupakan garis pantai terpanjang di dunia. Jika ditambah dengan ZEE, maka luas perairan Indonesia sekitar 7,9 juta km2 atau 81% dari luas wilayah Indonesia keseluruhan.
Runtutan sejarah panjang menuntun kita untuk sadar bahwa ada banyak potensi di sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Potensi ini meliputi bidang perikanan tangkap, budidaya, sumber daya laut, serta pengolahan dan pemasaran sumber daya tersebut. Kebijakan yang mengarah pada revitalisasi sektor maritim kini pada perkembangannya sudah dimulai sejak perhatian pemerintah untuk membangun konsep Poros Maritim Dunia. Langkah yang dilakukan antara lain yaitu perubahan paradigma berfikir mengenai negara maritim salah saunya yaitu modernisasi wilayah pesisir, pendidikan sumber daya manusia dan investasi infrastruktur.
Sebenarnya seluruh kemampuan sudah dapat ditangani. Perubahan kebijakan dan regulasi hingga ke daerah dalam kerangka otonomi wajib diperkuat dalam mewujudkan hal di atas, agar semua pihak menciptakan sinergisitas dan kekompakan untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu berdaulat di negeri sendiri. Yang terpenting saat ini adalah keuntungan terbesar itu harus tersikulasi di daerah bukan lari ke pusat, sehingga daerah memiliki modal untuk turut menata sumber daya khususnya sumber daya kelautan. Sebagai gambaran bahwa seluruh Provinsi dan setidaknya 112 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia berbatasan dengan wilayah Laut,
Mencermati dinamika tersebut, perlu perumusan kebijakan-kebijakan strategis pengamanan wilayah nasional, yang bertujuan merumuskan kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional, terutama laut. Karena letak geografis kita yang strategis dan sangat unggul dalam pemanfaatan laut sebagai sektor pertumbuhan ekonomi. Sasaran yang harus dicapai adalah tersusunnya kebijakan strategi pengamanan wilayah nasional sekaligus ruang-ruang perekonomian melalui zonasi wilayah laut dan pesisir, yang dapat dijadikan masukan dalam perumusan maritim policy secara keseluruhan.
Ketika perencanaan yang ideal telah terlaksana dengan baik maka tak heran bila Indonesia dapat berkembang baik secara ekonomi, politik, budaya, maupun pertahanan Negara. Melihat letaknya yang strategis yang berada di antara Benua Asia dan Australia, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia maka Indonesia tak heran suatu saat akan menjelma menjadi Negara dengan poros maritim dunia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran. Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya disebabkan oleh keadaan geografisnya, posisi Indonesia sangat diuntungkan dalam pengembangan laut yang akan menjadi tonggak perekonomian rakyat melalui pemanfaatan ekologis, transportasi maupun potensi wisata. Namun disinilah tantangannya ketika letak yang strategis lebih banyak dimanfaatkan oleh Negara asing salah satunya yang terjadi pada konflik Laut Cinta Selatan.
Secara territorial, kita tidak bisa menutup fakta bahwa ada irisan di wilayah ZEE Indonesia. Berdasar data dan pendapat dari para ahli, diperut bumi di bawah laut ini tersimpan cadangan gas dan minyak terbesar di dunia salah satunya yaitu terdapat blok gas dan minyak atau Blok Natuna D-Alpha, yang menyimpan 500 juta barel. Total potensi gas bahkan diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik, hal inilah yang memicu adanya konflik perebutan kekuasaan pengelolaan laut cina selatan. Sebagai negara nonblok dan bemper di selatan Laut Cina Selatan, Indonesia adalah satu-satunya negara yang bisa mencegah konflik berkelanjutan ini. Namun yang harus kita pertahankan adalah apa yang sudah diamanatkan pada UUD 1945 yaitu menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, keselamatan dan kehormatan bangsa, serta ikut secara aktif dalam usaha perdamaian dunia.
Indonesia sebagai negara kelautan yang sejati mempunyai konsekuensi untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, para pemegang kepentingan di laut harus melepaskan ego sektoral dan mau bersama-sama untuk bergandengan tangan (harmonis, terpadu dan terintegarsi) untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sejatinya harus menjadi pegangan bagi pengelolaan Kelautan yang optimal dan terpadu. Disamping itu harus ada kelembagaan yang kuat secara keseluruhan yang bisa merajut antar sektor, serta sosialisasi yang terus menerus oleh para stakeholder, bahwa laut harus mensejahterahkan masyarakat.
Pengelolaan perikanan dan kelautan berbasis peningkatan perekonomian dan kesejahteraan rakyat sudah sepatutnya dapat terwujud. Sekarang adalah soal penurunan ego masing-masing sektor dalam membuat regulasi maupun implementasinya. Dasar filosofis yang perlu kita renungkan adalah kedaulatan secara utuh, berdikari di negeri sendiri seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa yaitu membangun Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkarakter di bidang budaya. Dengan mengimplementasikan konsep tersebut maka Indonesia akan merebut kembali masa kejayaannya seperti pada jaman kerajaan, masyarakat akan sejahtera baik yang berada didaerah terdepan hingga ke pusat pemerintahan.
Ketika suatu Negara sudah kuat berkarakter dan stabil dalam sektor ekonomi, maka pertahanan Negara pun akan semakin kokoh dan konsep poros maritim dunia akan sangat menguntungkan bagi negeri ini. Konsekuensi sebagai Negara maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia.